MEMEGANGKAN
TANGAN KANAN DI ATAS TANGAN KIRI
Hukum
Menyimpan Tangan Kanan di atas Tangan Kiri
Dari
Abu Hazim dari Sahl bin Saad, ia berkata,”Keadaan orang-orang diperintah agar
menyimpan tangan kanan di atas hasta kirinya. Dan Abu Hazim berkata dan saya
tidak mengetahui hal itu selain datang dari Nabi saw. (marfu)". H.R.Ahmad
dan AlBukhari
Kata “yu’maruna” (diperintah) menunjukan atas wajibnya
menyimpan tangan kanan di atas tangan kiri dan tidak boleh sebaliknya. Suatu ketika
Ibnu Mas’ud shalat lalu ia menempatkan tangan kiri di atas tangan kanannya
Dari
Ibnu Mas’ud bahwa ia pernah shalat dan menyimpan tangan kiri di atas tangan
kanannya, maka hal itu terlihat oleh Rassulullah saw., Maka Rasulullah saw
menyimpan tangan kanan di atas tangan kirinya " H.R. Abu Daud,
An-Nasai dan Ibnu Majah
Jika
diperhatikan, ternyata banyak cara yang dilakukan, antara lain ada yang
memegangkan tangan kanan di atas tangan kiri di tengan-tengah hasta, ada yang
memegangkan tangannya pada sikut, ada pula yang memegangkan tangan kanan pada
pergelangan tangannya, bahkan ada juga yang sekedar menempelkan bukan
memegangkan tangan kanan pada tangan kirinya. Dalam hal ini perlu dicari
kejelasan apakah yang dimaksud itu seluruhnya atau bagian tertantu dari hasta
itu karena makna hasta adalah dari ujung jari sampai sikut.
Kata-kata
wadha’a bermakna menyimpan, tetapi dalam hal ini maknanya adalah memegangkan.
Hal ini diterangkan oleh Imam Asy Syaukani bahwa kawan-kawan Imam Asy-Syafi’i
menegaskan :
Ia
memegangkan tanan kanan kepada tangan kiri, sebagian pergelangan serta saidnya
(bagian tagan dekat pergelangan)
Dari
Wail bin Hujr, bahwa ia melihat Nabi saw mengangkat kedua tangannya ketika
mulai shalat kemudian memelipatkan lengan bajunya dan menyimpan tangan kanan di
atas tangan kirinya...." -H.R.Ahmad dan Muslim- di Dalam riwayat lain dari
Ahmad dan Abu Daud dikatakan,” Kemudian Ia menyimpan tangan kanan di atas tangan
kiri, pergelangan, dan sa’id (bagian lengan dekat pergelangannya)”.
Pada
hadis lain masih dari sahabat Wail bin Hujr diterangkan:
Ia (Nabi saw.) menyimpan tangan
kanan di atas tangan kirinya dekat dari pergelangannya. (H.R.At-Tabrani)
Asy Syaukani menerangkan bahwa yang
dimaksud adalah memegangkan tangan kanan pada pergelangan tangan kiri, sebagian
punggung tangan kiri serta sebagian sa’id. dan ”Hadis ini menunjukan
disyari’atkannya menyimpan tangan kanan
pada punggung tangan kiri, serta hal ini telah menjadi pegangan para ulama
jumhur. Nailur Authar,II : 193
Makna 'Alas Shadri
(di atas dada)
Tentang
hal ini banyak sekali praktek yang telah kita saksikan antara lain meyimpan
tangan kanan di atas tangan kiri di bawah pusar atau di atas pusar atau di atas
dada dekat lehernya, bahkan di samping seolah-olah menutup bagian lambung kiri.
Tentang ‘alash shadri
hadisnya sebagai berikut:
Dari
Wail bin Hujr, ia berkata,”Saya shalat bersama Rasulullah saw. Maka saya
melihat ia menyimpan tanagan kanan di atas tangan kirinya pada dadanya". H.R.Ibnu
Khuzaimah
Kata-kata
ash-shadr artinya dada, ada yang mengartikan diatas dada itu dengan
leher, entah bagaimana jadinya karena hadis lain riwayat Abu Daud menerangkan:
Kemudian ia (Nabi)
menekankan kedua tangan itu
Kata-kata
‘alash shadri belum didapatkan keterangan yang lebih spesipik karena
dalam pengertian kita arti dada adalah rongga dada. Oleh karena itu marilah
kita perhatikan praktek sahabat yang senan tiasa melihat shalat Nabi saw. Pada
sebuah riwayat dari shahabat Abu Jarir Ad-Dabbi yang ia terima dari ayahnya ia
mengatakan,”
Saya
melihat Ali bin Abi Thalib memegangkan
tangan kiri dengan tangan kanannya di
atas pusar. H.R.Abu Daud
Dengan
keterangan ini jelaslah bahwa yang di maksud dada ialah dada bagian bawah alias
ulu hati. Hal ini sangat mudah diterima karena jika dada bagian atas sudah
mempunyai nama tersendiri yaitu tsadyun (susu) dan terlalu bawah pun namanya
sudah perut.
Hadis
ini berderajat hasan dan benar apabila dijadikan batasan untuk kata-kata ash-shadr.
Selain itu di dalam Al-Quran apabila didapatkan kata-kata ash-shadr biasanya
artinya adalah hati. Wallahu a’lam.
Memang
didapatkan riwayat lain berupa fatwa sahabat Abu Huraerah, ia berkata,”
Memegangkan tangan di atas tangan itu di
bawah pusar. H.R.Abu Daud
Riwayat
ini sangat lemah alias dha’if sebab pada sanadnya terdapat rawi yang bernama
Abudurrahman bin Ishaq.
Tentang
rawi ini Ahmad bin Hanbal menyatakan kelemahannya. Sedangkan Al Bukhari
menyatakan," rawi ini (fihi nadhor) Terdapat kritikan ". Sedangkan
Imam An-Nawawi menyatakan, “Rawi ini daif berdasarkan kesepakan (para ahli)
".
Jadi,
memegangkan tangan kanan di tatas tangan kiri adalah dengan memegang
pergelangan tangan kiri agar sebagian said dan kaf (tangan) terpegang serta
diletakkan pada dada bagian bawah alias ulu hati dengan sedikit tekanan
Bukan
Bagian dari Tkbiratul Ihram
Menyimpan
tangan kanan di atas tangan kiri bukan bagian dari takbiratul ihram, itu
sebabnya para ulama senantiasa memisahkan pembahasan di antara keduanya. Maka
apabila seorang makmum yang masbuk, mendapatkan imam sedang ruku atau sujud,
hendaklah ia bertakbiratul ihram dengan mengangkat kedua tangannya tanpa
menyimpan tangan kanan di atas tangan kirinya terlebih dahulu dan langsung
mengikuti posisi imam. Hal ini diterangkan di dalam hadis hadis sebagai berikut
Dari
Abu Huraerah, ia mengatakan,”Rasulullah saw telah bersabda,’Apabila kamu
berdiri untuk shalat maka sempurnakanlah wudhu kemudian menghadaplah ke kiblat
dan ber-takbir-lah. H.R.Muslim
Diterima
dari Ibnu Umar, ia berkata," keadaan Rasulullah saw. apabila berdiri
memulai shalat, beliau mengangkat kedua tangannya sehingga sejajar dengan kedua
pundaknya kemudian mengucapkan Allahu Akbar". H.R.Mutaafaq
Alaih
Dan di dalam
hadis lain lebih jelas diterangkan
Dari
Ali bin Abu Thalib dari Rasulullah saw. Bahwa apabila bendiri shalat wajib
beliau bertakbir dan mengangkat kedua tangannya sejajar dengan bahunya, beliau
melakukan seperti itu ketika selesai qiraahnya dan apabila hendak ruku. Dan
melakukannya lagi apabila bangkit dari ruku, dan tidak melakukan demikian pada
shalatnya ketika duduk. Lalu apabila bangkit dari dua rakaat beliau mengangkat
kedua tangannya.” H.R. Ahmad, Abu Daud dan At Tirmidzi
Jadi
bagi makmum yang masbuk, ia telah terkena ketentuan berjamaah setelah selesai
melakukan takbiratul ihram dengan mengangkat kedua tangannya, itulah makna
miftahus shalat (pembuka shalat) dan itulah makna berjamaah shalat. Sabda Rasulullah saw. :
Dari
Abu Musa, ia mengatakan,”Rasulullah saw mengkhotbahi kami, maka ia menerangkan
sunah-sunah kami dan mengajarkan shalat kami, ia bersabda,’Apabila kamu shalat
maka lurus rapihkanlah shaf dan menjadi imamlah seorang di antara kamu. Apabila
imam takbir maka takbirlah, apabila imam menbaca maka diam dan simaklahlah dan
apabila imam membaca gairil maghdhubi ‘alaihim waladh dhalin maka ucapkanlah
aamiin, tentu Allah akan mengijabah kamu sekalian, dan apabila imam takbir dan
ruku maka takbir dan ruku’lah,... dan apabila imam takbir dan sujud maka takbir
dan sujudlah...” H.R. Ahmad, Muslim, An Nasai dan Abu Daud
Wallahu a'lam
Oleh: KH. Wawan Shafwan Shalehuddin